Gue adalah salah satu orang yang sepertinya kelihatan selalu berani, tapi ternyata tidak juga.
Kemarin, gue sampai di rumah agak malam karena ikut pertemuan-yang membahas beberapa hal tentang acara yang sedang kami persiapkan-sebelumnya.
Sejak pengalaman tidak baik yang gue alami di angkutan umum sewaktu SMP, gue jadi orang yang amat sangat parno sama yang namanya penumpang angkutan umum dan selalu merasa terancam apabila ada hal-hal yang gue rasakan aneh dalam angkutan itu.
Sudah hampir pukul 9 malam dan gue udah mulai was-was dan menghitung-hitung waktu perjalanan, sementara yang lain masih asik mengobrol.
Singkat cerita gue memberanikan diri gue untuk pulang dengan ancaman ada satu angkutan ke arah rumah yang sudah selesai jam operasinya (pukul 10 malam) dan gue harus naik ojek-yang gue juga pernah mengalami hal ga baik di angkutan ini-untuk sampai di rumah.
Tapi dari ketakutan yang gue alami itu, justru ada hal lain yang gue pikirkan. Dari beberapa hal yang gue pikirkan saat perjalanan, salah satunya adalah persoalan "melayani".
Selama gue di angkutan umum juga waktu naik ojek, beberapa kali gue memperhatikan si supir dan gue bertanya dalam hati, "jam segini dia belum pulang demi cari nafkah, keluarganya di rumah gimana, anak-anaknya, ada ya orang yang masih mau 'narik' jam segini".
Lalu bersyukur dalam hati "iya ya, ada ya, yang mau merelakan waktu pulangnya lebih malam, waktu istirahatnya lebih sedikit untuk melayani keluarganya (mencari nafkah), melayani penumpang (yang masih membutuhkan angkutan umum di jam malam seperti itu), kalo ga ada supir ini yang 'narik' sampai jam segini, mungkin gue akan kesulitan untuk sampai di rumah"
Gue semakin belajar dan mengerti lagi apa itu pentingnya melayani sesama, bagaimana harus ada yang 'dikorbankan' demi melayani yang lain yang membutuhkan.
Sebagaimana guru 'melayani' siswanya, presiden 'melayani' rakyatnya, pemimpin 'melayani' bawahannya, dokter 'melayani' pasiennya, ibu 'melayani' anaknya, dan Tuhan 'melayani' umatNya (dengan mengurbankan AnakNya yang tunggal di atas palang kayu untuk menebus umat dari dosa;lagi-lagi ada yang dikorbankan).
Tidak selamanya melayani adalah tugas dari 'bawah' ke 'atas' seperti yang sering dipraktikan, tapi melayani adalah bagaimana kita bisa mengorbankan suatu hal yang kita miliki untuk sesama yang sedang membutuhkan.
Komentar
Posting Komentar