Langsung ke konten utama

Postingan

Aku bukan dia yang dulu lagi

Kau sudah tak sama Seperti pertama kali kau ku kenal Kau berbeda Sikap, tingkah, dan lakumu Kau berubah Aku tak lagi mengenal dirimu Kau siapa yang sekarang berdiam didalam sana Kalau aku boleh jujur Aku merindukanmu yang lama Apakah kau sesuatu yang dibentuk untuk menutupi yang lama Apa peranmu sekarang Sebagai perisai atau topeng Apakah kau baik-baik saja Hai diriku.. -25 Mei 17-
Postingan terbaru

dua empat

Sudah dua puluh empat tahun Tumbuh gadis kecil nan tambun Cita-citanya menjadi wanita anggun Dua puluh empat tahun ternyata Kau telah berkelana Mencoba menyusun rencana Kau mencoba bermimpi Kau coba cari dan jalani Kegagalan pun tak hanya sekali Tapi semangatlah Kau punya Allah Jangan menyerah Tapi berpeganglah Waktumu tidaklah banyak Jangan congkak Supaya baik hasilnya kelak Langkahmu masih panjang Jauhlah memandang Kerjakanlah dengan senang Kesetiaan Allahmu Akan menjagamu Sepanjang hidupmu Hingga akhir waktu bertemu Selamat berjalan, dua empat.

Angkuh

Apabila ada kata yang lebih menyombongkan dirinya daripada kata angkuh, mungkin kata itu lebih tepat. Merasa sangat mulai kehilangan arah dan tujuan, semakin buta visi. Gelap sekali. Tidak bisa, tetapi tidak berusaha. Tidak sanggup, tapi sombong merasa bisa. Tidak punya kekuatan, sombong sekali tidak meminta. Rasanya tamat, semua hal yang aku tahu, yang aku pelajari, bahkan yang sempat aku hidupi seperti teori saja. Sulit sekali bagi masa-masa sulit ini. Aku bahkan tidak tau ini masa sulit atau bukan, diberikan atau kubuat sendiri. Apa susahnya kembali ketika sudah pergi? Kalau kau tau persis jalan kembali. Apa susahnya berenang ke permukaan ketika sudah tenggelam? Kalau kau tau persis cara berenang. Tau caranya, tapi berharap orang lain yang melakukannya agar kau selamat? Tidak bisa. Dunia memang seperti itu, kalau bukan kau yang berperang bagi dirimu sendiri, tidak akan ada diri lain yang melakukannya. Berlarilah, itu yang kau butuhkan sekarang. Dan, berlututlah!!!

20.

20, senang karena merasa mengenal hidup dan mengecapnya. Menggambar demikian indah untuk masa depan, seperti segala sesuatunya selalu indah. Merancang berbagai hal, memperhitungkan sedemikian masak. Tertulis di depan mata dan terikat di tiap indera. 20, berelasi dengan sangat akrab, dimanapun, kapanpun, siapapun. Bertiga, berempat, bahkan lebih dari sepuluh orang, mereka keluarga baru dan rumah baru. Menyenangkan menjalani keseharian yang dikehendaki, menyebalkan bila tak sesuai rencana. 20, waktu dimana seperti sangat cepat berjalan, berjalan yang seperti berlari, tak terasa. Tak jauh beda rasanya dengan mata yang berkedip. Tapi terkadang juga sangat lambat, seperti memandangi jarum detik berputar. 20, banyak fantasi yang terjadi, indah dan buruk di waktu yang bersamaan, memilih karena tidak ada pilihan, berjalan karena tidak ada rute lain. Seperti berputar pada satu poros tak berhenti. 20, menggebu-gebu sampai tak satupun dapat melawan, meneriakkan perjuangan tak henti, giat be...

Melayani

Gue adalah salah satu orang yang sepertinya kelihatan selalu berani, tapi ternyata tidak juga. Kemarin, gue sampai di rumah agak malam karena ikut pertemuan-yang membahas beberapa hal tentang acara yang sedang kami persiapkan-sebelumnya. Sejak pengalaman tidak baik yang gue alami di angkutan umum sewaktu SMP, gue jadi orang yang amat sangat parno sama yang namanya penumpang angkutan umum dan selalu merasa terancam apabila ada hal-hal yang gue rasakan aneh dalam angkutan itu. Sudah hampir pukul 9 malam dan gue udah mulai was-was dan menghitung-hitung waktu perjalanan, sementara yang lain masih asik mengobrol. Singkat cerita gue memberanikan diri gue untuk pulang dengan ancaman ada satu angkutan ke arah rumah yang sudah selesai jam operasinya (pukul 10 malam) dan gue harus naik ojek-yang gue juga pernah mengalami hal ga baik di angkutan ini-untuk sampai di rumah. Tapi dari ketakutan yang gue alami itu, justru ada hal lain yang gue pikirkan. Dari beberapa hal yang gue pikirkan saat p...

Ketika panggilan hidupmu menjadi jawaban doa orang lain

Sabtu minggu lalu, tepatnya tanggal 27 Juni. Gue buat janji untuk ikut rapat di Serpong. Ga lama gue rapat, ternyata alumni yang sangat gue segani datang juga ke tempat itu. Tapi dengan urusan yang berbeda. Karena gue lagi bingung sama beberapa hal (terutama tentang panggilan hidup) dan pas tau dia dateng, gue kepikiran untuk ngobrol dan sharing sama dia dulu. Karena gue cukup percaya untuk share sama dia mengenai tema ini. Dan karena waktu kaya gitu ga akan sering ada, gue memutuskan untuk menunggu dia selesai dengan urusannya. Hampir Pkl 18.00 WIB, akhirnya dia selesai lalu kami ikut mampir dengan rombongan lain ke tempat makan terdekat. Lama kami sharing, di pertengahan dia bercerita tentang panggilan hidupnya (kenapa di tempat itu, kenapa di daerah itu, dll) Dan satu cerita yang masih gue ingat dan gue sangat tercengang ketika mendengarnya adalah saat ada seorang bos (yang notabene jabatannya lebih tinggi) mulai punya relasi yang baik sama alumni ini, beberapa perjalanan kerja ...

Dia Allah

Sore di hari Minggu itu, aku menjadi saksi suatu kejadian. Perbincangan yang dimulai dengan sangat tidak baik, cara yang sangat tidak baik. Aku melihat seorang gadis duduk dengan raut wajah marah dan menangis, dia duduk berserongan tidak jauh dari ayah dan ibunya. Banyak hal yang dibicarakan menurutku, aku menghitung waktu berjalan sangat cepat dari siang hingga sore hari. Aku mendengar persis apa yang mereka bicarakan: karakter, ketidakmampuan memahami, keegoisan, ketidakadilan, saling menduga tanpa tahu keadaan sebenarnya. Aku melihat wajah mereka tidak akrab, suara mereka terdengar bernada geram dan tinggi. Bersaut-sautan satu sama lain, bahkan terkadang memotong di tengah pembicaraan. Terkadang si gadis berhenti menangis, tapi terkadang air matanya menetes kembali. Belum selesai. Hari Minggu adalah waktu beribadah ke Gereja, aku melihat si gadis mulai gelisah melihat jam dinding. Sudah waktunya bersiap, pikirnya. Tapi aku melihat wajahnya bingung dan sedikit ragu, mungkin memp...