Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

20.

20, senang karena merasa mengenal hidup dan mengecapnya. Menggambar demikian indah untuk masa depan, seperti segala sesuatunya selalu indah. Merancang berbagai hal, memperhitungkan sedemikian masak. Tertulis di depan mata dan terikat di tiap indera. 20, berelasi dengan sangat akrab, dimanapun, kapanpun, siapapun. Bertiga, berempat, bahkan lebih dari sepuluh orang, mereka keluarga baru dan rumah baru. Menyenangkan menjalani keseharian yang dikehendaki, menyebalkan bila tak sesuai rencana. 20, waktu dimana seperti sangat cepat berjalan, berjalan yang seperti berlari, tak terasa. Tak jauh beda rasanya dengan mata yang berkedip. Tapi terkadang juga sangat lambat, seperti memandangi jarum detik berputar. 20, banyak fantasi yang terjadi, indah dan buruk di waktu yang bersamaan, memilih karena tidak ada pilihan, berjalan karena tidak ada rute lain. Seperti berputar pada satu poros tak berhenti. 20, menggebu-gebu sampai tak satupun dapat melawan, meneriakkan perjuangan tak henti, giat be...

Melayani

Gue adalah salah satu orang yang sepertinya kelihatan selalu berani, tapi ternyata tidak juga. Kemarin, gue sampai di rumah agak malam karena ikut pertemuan-yang membahas beberapa hal tentang acara yang sedang kami persiapkan-sebelumnya. Sejak pengalaman tidak baik yang gue alami di angkutan umum sewaktu SMP, gue jadi orang yang amat sangat parno sama yang namanya penumpang angkutan umum dan selalu merasa terancam apabila ada hal-hal yang gue rasakan aneh dalam angkutan itu. Sudah hampir pukul 9 malam dan gue udah mulai was-was dan menghitung-hitung waktu perjalanan, sementara yang lain masih asik mengobrol. Singkat cerita gue memberanikan diri gue untuk pulang dengan ancaman ada satu angkutan ke arah rumah yang sudah selesai jam operasinya (pukul 10 malam) dan gue harus naik ojek-yang gue juga pernah mengalami hal ga baik di angkutan ini-untuk sampai di rumah. Tapi dari ketakutan yang gue alami itu, justru ada hal lain yang gue pikirkan. Dari beberapa hal yang gue pikirkan saat p...

Ketika panggilan hidupmu menjadi jawaban doa orang lain

Sabtu minggu lalu, tepatnya tanggal 27 Juni. Gue buat janji untuk ikut rapat di Serpong. Ga lama gue rapat, ternyata alumni yang sangat gue segani datang juga ke tempat itu. Tapi dengan urusan yang berbeda. Karena gue lagi bingung sama beberapa hal (terutama tentang panggilan hidup) dan pas tau dia dateng, gue kepikiran untuk ngobrol dan sharing sama dia dulu. Karena gue cukup percaya untuk share sama dia mengenai tema ini. Dan karena waktu kaya gitu ga akan sering ada, gue memutuskan untuk menunggu dia selesai dengan urusannya. Hampir Pkl 18.00 WIB, akhirnya dia selesai lalu kami ikut mampir dengan rombongan lain ke tempat makan terdekat. Lama kami sharing, di pertengahan dia bercerita tentang panggilan hidupnya (kenapa di tempat itu, kenapa di daerah itu, dll) Dan satu cerita yang masih gue ingat dan gue sangat tercengang ketika mendengarnya adalah saat ada seorang bos (yang notabene jabatannya lebih tinggi) mulai punya relasi yang baik sama alumni ini, beberapa perjalanan kerja ...

Dia Allah

Sore di hari Minggu itu, aku menjadi saksi suatu kejadian. Perbincangan yang dimulai dengan sangat tidak baik, cara yang sangat tidak baik. Aku melihat seorang gadis duduk dengan raut wajah marah dan menangis, dia duduk berserongan tidak jauh dari ayah dan ibunya. Banyak hal yang dibicarakan menurutku, aku menghitung waktu berjalan sangat cepat dari siang hingga sore hari. Aku mendengar persis apa yang mereka bicarakan: karakter, ketidakmampuan memahami, keegoisan, ketidakadilan, saling menduga tanpa tahu keadaan sebenarnya. Aku melihat wajah mereka tidak akrab, suara mereka terdengar bernada geram dan tinggi. Bersaut-sautan satu sama lain, bahkan terkadang memotong di tengah pembicaraan. Terkadang si gadis berhenti menangis, tapi terkadang air matanya menetes kembali. Belum selesai. Hari Minggu adalah waktu beribadah ke Gereja, aku melihat si gadis mulai gelisah melihat jam dinding. Sudah waktunya bersiap, pikirnya. Tapi aku melihat wajahnya bingung dan sedikit ragu, mungkin memp...

Can't breathe

Langit merubah warnanya Awan hitam mulai bersama Menggumpal begitu banyak Tidak lagi terlihat cahaya Menanti waktu tidak lama Terlihat suatu terang Terang yang tidak sama Beriringan dengan suara Suara yang mengerikan Bersaut-sautan dari berbagai arah Lalu jatuh suatu benda Dingin dan basah rasanya Satu per satu jatuh berbalapan Sebentar, hanya sebentar saja Jatuh begitu banyak Sungguh banyak mereka Tidak dapat lagi ditahan Deras semakin deras Perlahan tidak bisa bernafas Sulit bernafas.

Tumpah rasa

Hari ini aku merasa gagal, entah apa dan entah bagaimana. Aku hanya merasa gagal. Banyak hal yang menjadi penyebabnya. Aku marah melihat diriku begitu bodoh. Melihat seakan-akan kau ada dimana-mana, pekerjaan mataku hanya mencari sepasang mata. Aku begitu marah! Aku lelah! Tidakkah kau tau itu? Seakan-akan membuatmu menjadi hal yang penting, padahal kau pun belum layak kuletakkan dalam prioritas itu. Bahkan sampai hari ini aku menjadi sulit menyebut namamu dalam doaku. Maafkan, tapi aku harus membencimu apabila kau sampai mengganti posisiNya. 11 April 2015

First letter

Hai, selamat malam. Ini pertama kalinya aku mencoba menulis untukmu. My dear future man, hahaha Mungkin kau akan menertawakanku, ketika kau membaca ini kelak. Tapi inilah salah satu caraku. Kau tau betapa membosankannya hari ini? Yah berada di ruangan sempit ini, sendirian. Melihat pagi, mencari siang, menemukan malam. Dan kembali di ruangan ini. Aku mencoba segalanya! Memandangi buku, menertawakan layar telepon genggamku, bahkan membicarakanmu di hadapan cermin. Dan sempat terpikirkan apa yang sedang kau lakukan disana. Yah aku meyakini kau sesuatu yang nyata tentunya. Kau tau? Aku mengalami kesulitan dalam studiku, aku sedang mengerjakan tugas akhirku dan aku masih saja belum bisa menentukan topik apa yang akan ku teliti. Terlebih rasa takutku yang berlebihan terhadap apapun yang belum ku coba. Kau, apa yang sedang kau alami sekarang? Sulitkah? Apa kau bisa menghadapinya dengan tanganmu sendiri? Ya, aku yakin kau bisa, karna kelak kau yang akan membantu menemaniku menghada...

Sajak berbalas

Jangan suka memulai. Jika tidak siap mengakhiri- Apalagi menjalani. Biarkan semua mengalir apa adanya- Sesuai aliran yang dilewatinya. Sampai ia lelah dan menemukan ujungnya, yakni akhir penantiannya- Sampai dikatakan padanya bahwa ia sudah selesai. Dan perjalanan bersama baru saja dimulai- Perjalanan panjang yang tidak selalu berbuahkan kebahagiaan. Tapi yang pasti kedua tangan genggam erat memegang- Dan tiap doapun tak henti kami ucapkan bersama. Hanya itu satu-satunya cara berharap Sang Pencipta merestui apa yang kami impikan- (. = Rina) (- = Lena)

Kesepian.

Kebanyakan orang tidak pernah menyadari bahwa kesepian merupakan hadiah dari Allah. Rasa kesepian itu tidak hanya membawa kita mendekat kepada Yesus, tetapi juga dapat mengajari kita untuk semakin menghargai hubungan pernikahan yang telah lama dinanti-nantikan. Dan dalam kesepian tersebut, kita dapat 'merajut' sebuah hadiah buatan kita sendiri bagi seseorang, yang kelak akan membuat penantian kita yang setia menjadi sepadan. Belajarlah untuk berdoa bagi orang itu pada hari-hari hujan seperti ini, mohonlah kepada Allah agar membentuknya sehingga menjadi pelengkap yang sempurna bagi hidupmu. Tulislah surat cinta untuknya. Bayangkan saja, kau dapat mengundangnya masuk ke dalam relung hatimu yang terdalam dan mengizinkannya mengintip ke dalam hari, bulan, bahkan tahun-tahun dalam kehidupanmu, sehingga ia memiliki hak istimewa untuk mengetahui curahan hatimu, hanya dari tulisanmu. - Tulislah sesuatu yang akan menjadi alat pengingat seumur hidup bahwa ia memang " layak dinanti...

Terlalu cepat anda mengatakan mereka 'anak nakal'

Tidak mau diam di dalam kelas, tidak mau duduk rapi di bangkunya, tidak memperhatikan guru saat menjelaskan materi. Lebih memilih bercanda, bermain, bahkan berlarian di dalam kelas. Tidak mau mendengar ketika dipanggil, tidak mengerjakan tugas yang diberikan. Dan banyak lagi hal lainnya... Tunggu sebentar, jangan terlalu cepat memanggil mereka dengan sebutan 'anak nakal', 'anak bandel', 'anak bodoh', tidak punya sopan santun, atau sebutan lain yang tidak layak mereka dapatkan dari anda. Mereka hanyalah anak-anak. ANAK-ANAK. Anak-anak yang sedang belajar dan seharusnya diajarkan. Proses belajar itulah yang sedang mereka jalani saat ini, proses belajar butuh waktu, tidak bisa dengan waktu yang singkat. Mereka butuh diajarkan oleh orang-orang disekitarnya, melihat teladan yang benar. Jangan pernah anda berharap mereka menjadi penerus Bangsa yang benar kalau anda yang ada di sekitarnya saja tidak mencoba dan berjuang memberi teladan hidup...

Dikala kembali merindu

Saat ini semakin tau apa itu rindu, bagaimana merindu, dan sulitnya menahan rindu . Dia tau cara mengajarkanku, Dia tau cara mengendalikanku. Dia tau cara membuatku taat. Berkali-kali merasa gelisah pada satu hal yang dapat membuat air mata ini mengasihani diri sendiri. Satu hal yang menurut pemikiran ini penting untuk dipikirkan saat ini, penting untuk dipertimbangkan, dan memang hampir masuk ke dalam waktu yang genting. Tapi, Dia begitu mengasihi orang-orang yang bersandar padaNya. Dia tau cara menyadarkan pemikiran itu . Komitmenku untuk mendoakanmu berakhir di bulan yang banyak orang sebut-sebut sebagai bulan 'kasih sayang' ini. Semakin mendoakan dan bergumul tentangmu, semakin jelas Dia menunjukkan panggilan hidupku dan semakin keras Dia memanggil. Dan aku semakin mengimanimu dalam doaku. Banyak hal tak bisa dipahami dan hanya bisa diterka, yah itulah manusia. Bagianku hanya bisa menerka, mungkin ini, mungkin itu. Hanya bisa meraba dalam penantian. Dia mendatangka...

Aku melupakan sesuatu

Kemarin lusa, kemarin, dan hari ini sedang melupakan sesuatu. Entah terlupakan, entah sengaja melupakan. Ada keraguan, ada ketakutan, ada ketidakpastian, bahkan ada kemustahilan yang berkeliling memutar di otak bahkan mulai tertanam dalam hati. Takut ketika waktu itu tiba, malah tidak siap. Takut ketika seharusnya dia, malah tidak yakin. Takut ketika seharusnya dilakukan, malah tidak. Akhirnya menyadari satu hal, ada yang terlupakan, ada yang terlewatkan. Lupa kalau kemarin lusa, kemarin, hari ini, bahkan setiap hari ke depan dan di masa depan akan ada Dia. Seorang yang kukenal kesetianNya, yang kukenal kasihNya, yang kukenal kelembutanNya, yang kukenal amarahNya. Terlalu banyak lupa kalau Dia lah yang mengerjakan seluruh hari-hari ini, bukan seperempat, bukan setengah, bukan tiga seperempat, tapi empat per empat. Seluruhnya. Aku melupakan satu hal yang Dia janjikan, pemeliharaanNya. Mulai ragu dan merasa tidak pasti, padahal bagianku hanya harus mengerjakannya saja. Ada yang t...

Terlalu bodoh!

Masa lalu seperti apa yang terlewati? Masa-masa macam apa yang sudah dijalani? Terjal? Mendaki? Merangkak? Atau bahkan berenang sampai kedalaman yang tak terhitung dalamnya? Kenapa hati menjadi begitu keras? Kenapa menjadi begitu tegar sampai lupa memberi lengkungan manis pada bibir? Kenapa selalu ragu dan tidak dapat percaya diri? Selalu ingin mundur bahkan dikala belum memulai untuk maju? Kenapa selalu berpikir hal itu sangat berat bahkan mencoba melakukannya pun belum? Kenapa selalu menganggap diri rendah diantara yang lain? Mengaggap diri tidak bisa melakukan apa-apa? Merasa selalu di belakang dan tidak dipedulikan? Merasa tidak sanggup menanggungnya tapi berusaha membawanya pun belum? Merasa tidak pernah dilihat karena banyak orang lain yang jauh lebih bisa dilihat? Merasa lebih bodoh dari yang lain tapi mencoba belajar pun hanya keinginan sesaat? Ayolah, kau pikir hidup selalu berjalan sesuai maumu? Ah kau terlalu picik terhadap dirimu sendiri! "Ingat! Yang dapat...